Pertanggungjawaban Hukum dalam Kecelakaan Lalu Lintas di Jalan Raya

 

Peran serta pemerintah, penegak hukum hingga masyarakat penting agar dapat menghindari atau meminimalisir terjadinya suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas dan berlaku objektif.

Belakangan ini, masyarakat dan media sedang dihebohkan (viral) dengan terjadinya dua peristiwa kecelakaan lalu lintas yang dialami dua orang mahasiswa. Pertama, kecelakaan lalu lintas terjadi di sekitar Srengseng Sawah, Jakarta yang mengakibatkan seorang mahasiswa Universitas Indonesia meninggal dunia (Oktober 2022). Kedua, kecelakaan lalu lintas yang terjadi di sekitar Jalan Raya Bandung-Cianjur, yang mengakibatkan seorang mahasiswi Universitas Suryakancana, Cianjur meninggal dunia (Januari 2023).

Jika kita melihat ke belakang (beberapa tahun silam), sebenarnya peristiwa kecelakaan lalu lintas yang menghebohkan masyarakat, sudah pernah terjadi juga beberapa kali. Ada peristiwa di mana supir Metro Mini di daerah Jakarta Selatan (2017-2018) yang ugal-ugalan mengendarai kendaraannya hingga menabrak separator busway dan metro mini tersebut menjadi terjungkal dan terbalik di tengah jalan yang mengakibatkan para penumpangnya luka-luka dan ada pula seorang nenek yang meninggal dunia.

Lalu, ada pula peristiwa kecelakaan lalu lintas yang juga menghebohkan (2012), di mana saat seorang wanita yang dibawah pengaruh alkohol atau narkotika, saat mengendarai mobilnya, menabrak sekitar 11 pejalan kaki yang hendak berolahraga pagi di kawasan sekitar Tugu Tani, Jakarta Pusat. Akibatnya, lebih dari 10 orang meninggal dunia. Ada pula peristiwa kecelakaan lalu lintas yang pernah dialami oleh anggota keluarga artis/musisi terkenal, yakni anak dari seorang punggawa band legendaris yang baru saja melakukan konser. Di mana si anak kala itu (2013), mengendarai mobil di jalan tol, lalu menabrak mobil orang lain dan mengakibatkan beberapa orang meninggal dunia.

Hal hampir sama juga dialami salah satu penyanyi dangdut pria, yang mengalami peristiwa kecelakaan tunggal, di mana mobil yang ia kendarai tergelincir dan terbalik di jalan tol, yang mengakibatkan istrinya meninggal dunia. Atau peristiwa yang juga pernah dialami anak dari pejabat tinggi negeri (2013) saat itu, yang menabrak orang dan mengakibatkan orang tersebut meninggal dunia. Bahkan peristiwa kecelakaan lalu lintas ini pun pernah dialami advokat/pengacara senior eksentrik yang sekarang aktif di media tv, media sosial, yang mengakibatkan korban meninggal dunia pula.

Untuk memahami lebih jauh mengenai kecelakaan lalu lintas (Laka Lantas), mari lihat dulu yang dimaksud dengan kecelakaan di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Dalam KBBI, kecelakaan adalah benturan atau sentuhan benda keras atau benda cair (kimiawi) atau gas, atau api yang datangnya dari luar, terhadap badan (jasmani) seseorang, yang mengakibatkan kematian atau cacat atau luka, yang sifat dan tempatnya dapat ditentukan oleh dokter.

Sedangkan yang dimaksud dari kecelakaan dalam Pasal 1 angka 24UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) adalah “Suatu peristiwa di Jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan Kendaraan dengan atau tanpa Pengguna Jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda”.

Dalam UU LLAJ ini, juga dibagi mengenai peristiwa-peristiwa kecelakaan dalam beberapa tingkatan/kategori yang diatur dalam Pasal 229 UU LLAJ, antara lain: Kecelakaan Lalu Lintas Ringan (merupakan kecelakaan yang mengakibatkan kerusakan Kendaraan dan/atau barang). Kecelakaan Lalu Lintas Sedang (merupakan kecelakaan yang mengakibatkan luka ringan dan kerusakan Kendaraan dan/atau barang). Kecelakaan Lalu Lintas Berat (merupakan kecelakaan yang mengakibatkan korban meninggal dunia atau luka berat).

Arti luka ringan adalah luka yang mengakibatkan korban menderita sakit yang tidak memerlukan perawatan inap di rumah sakit atau selain yang di klasifikasikan dalam luka berat [PenjelasanPasal 229 ayat (3) UU LLAJ]. Sedangkan yang dimaksud dengan luka berat adalah luka yang mengakibatkan korban [Penjelasan Pasal 229 ayat (4) UU LLAJ]: jatuh sakit dan tidak ada harapan sembuh sama sekali atau menimbulkan bahaya maut; tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan; kehilangan salah satu pancaindra; menderita cacat berat atau lumpuh; terganggu daya pikir selama 4 minggu lebih; gugur atau matinya kandungan seorang perempuan; atau luka yang membutuhkan perawatan di rumah sakit lebih dari 30 hari.

Penerapan Tanggung Jawab Hukum

Orang yang mengalami peristiwa kecelakaan lalu lintas, dapat dimintai pertanggungjawaban baik secara pidana maupun perdata. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 1 UU LLAJ, di mana disebutkan kalimat yang mengakibatkan kerugian pula kepada korban, secara materiil maupun immateriil. Sehingga pihak-pihak yang menimbulkan/mengakibatkan kerugian kepada pihak lain, dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum perdata pula (Vide Pasal 1365 KUHPerdata).

Sementara terkait ketentuan sanksi pidana diatur secara khusus dan spesifik dalam UU LLAJ ini, dimulai dari Pasal 273 s/d Pasal 317. Namun pasal yang umum atau sering dikenakan/digunakan atas peristiwa kecelakaan lalu lintas antara lain Pasal 310 dan Pasal 311.

Selain sanksi-sanksi pidana, terhadap korban dari kecelakaan dapat pula mengajukan gugatan perdata sebagaimana diatur Pasal 234 ayat (1) UU LLAJ yang berbunyi: “Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/ atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/ atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi.”

Pertanggungjawaban atas kerugian diatas, baik secara materiil maupun immateriil, juga diatur secara umum dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang berisikan: “Tiap perbuatan melawan hukum yang membawa Kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”.

Oleh karenanya, peristiwa kecelakaan lalu lintas ini, selain sanksi pidana sebagaimana ketentuan-ketentuan di atas, tidak menghapus hak dari korban untuk menuntut ganti rugi atas kerugian perdata (materiil/immateriil) yang dideritanya.

Peran Pemerintah, Penegak Hukum dan Masyarakat

Peristiwa-peristiwa terjadi kecelakaan dapat terjadi dikarenakan beberapa hal, yakni:

  1. kelalaian Pengguna Jalan,
  2. ketidaklaikan Kendaraan,
  3. serta ketidaklaikan Jalan dan/atau lingkungan.

Dari tiga poin tersebut, maka dapat kita lihat peran huruf a dan b adalah tanggung jawab dari pengemudi (masyarakat pengguna jalan), sedangkan point c, adalah tanggung jawab dari pemerintah sebagai pihak yang harus membuat sarana dan prasarana angkutan (jalan, rambu, halte, dll) secara baik dan safety.

Peran serta pemerintah menjadi penting, karena masih banyaknya, jalan-jalan di wilayah atau di daerah yang tidak layak dan tidak safety bagi para pengguna jalan. Mulai dari jalan berlubang yang cukup parah, kurang penerangan (lampu)/gelap, rambu yang tidak ada (termasuk plang pembatas ke pinggir jalan yang berbatasan dengan jurang/tebing).

Peran serta pemerintah (Departemen Perhubungan/Dinas Perhubungan) juga untuk memberikan pemahaman, penyuluhan maupun pemeriksaan berkala dan teratur bagi kendaraan-kendaraan/angkutan umum yang beroperasi agar semuanya sudah layak untuk berjalan, membawa penumpang secara aman dan nyaman.

Peran serta penegak hukum adalah dalam hal penegakan (law enforcement) dari peristiwa kecelakaan lalu lintas dalam rangka sanksi pidana. Para aparat penegak hukum harus terlebih dahulu memiliki pemahaman yang komprehensif yang dimaksud dengan kecelakaan, maupun yang dimaksud dengan culpa (kelalaian) sebagaimana diatur dalam UU LLAJ ini, sehingga dapat menetapkan pihak yang harus bertanggungjawab secara tepat dan benar.

Jangan pula pihak korban (kecelakaan) yang sudah ditabrak mengalami luka berat atau hingga meninggal dunia, lalu malah yang dijadikan tersangka. Sebagaimana yang terjadi pada Almarhum Mahasiswa UI baru-baru ini yang telah meninggal dunia. Kasus ini pun mengemuka hingga akhirnya menuai polemik, dan akhirnya dievaluasi kembali oleh Kapolda Metro Jaya, yang memutuskan untuk mencabut status tersangka almarhum serta kepada pihak-pihak penyidik laka lantas tersebut, sekarang sedang diperiksa secara kode etik.

Terkait kasus yang menimpa Almarhum Mahasiswa UI tersebut pernah juga dialami oleh Penulis, yang mendampingi seorang juru parkir/tukang parkir di kota Batam. Peristiwa tersebut terjadi sekitar tahun 2014 silam di mana tukang parkir yang sedang mengendarai sepeda motor, berboncengan dengan teman wanitanya, sehabis keluar dari satu tempat makan. Tukang parkir tersebut, keluar dari tempat makan dengan mengendarai sepeda motornya secara perlahan-lahan dengan kecepatan sekitar 5 km/jam, lalu dari sebelah kiri, hendak menuju jalur sebelah kanan, dengan terlebih dahulu telah menyalakan lampu sein (tanda) ke kanan.

Namun ternyata, ketika tukang parkir tersebut yang sudah berada di jalur kanan, yang hendak berputar balik, ditabrak dengan kencang oleh pengendara mobil. Sehingga tukang parkir terpental sekitar 5-10 meter. Sedangkan teman yang ada diboncengannya terjatuh di bawah kolong mobil, dan karena pengemudi mobil tanpa alasan yang jelas saat itu, malah tetap melajukan kendaraannya dan tidak berhenti, sehingga kepala dan tubuh temannya tersebut yang berada di bawah kolong mobil (menempel dan terseret di bumper depan) sebelah kiri mobil tersebut, dan terseret kurang lebih 20 meter. Hingga akhirnya mobil tersebut dihentikan masyarakat/warga.

Kecelakaan tersebut, mengakibatkan si tukang parkir patah kaki, dan luka hampir di sekujur tubuhnya. Sedangkan temannya hanya bertahan beberapa hari di rumah sakit, lalu meninggal dunia, karena luka yang parah di bagian kepala yang terseret di bumper depan mobil tersebut. Namun saat itu pihak kepolisian, keesokan harinya malah langsung menetapkan Tersangka yaitu si tukang parkir dengan tuduhan Pasal 310 ayat (4). Hal yang tentu saja menjadi tanda tanya besar, apakah memang aparat penegak hukum yang tidak paham akan peristiwa kecelakaan, atau memang ada “kesengajaan” dari oknum aparat penegak hukum tersebut, Penulis tidak tahu.

Alasan penyidik menetapkan si tukang parkir sebagai tersangka karena tidak membawa Surat Izin Mengemudi (SIM) motor, dan tidak menggunakan helm ketika peristiwa kecelakaan terjadi. Alasan/pemahaman yang tidak dapat diterima akal sehat maupun secara hukum. bahkan setelah di BAP Kepolisian, Penulis mengetahui, justru pihak pengendara mobil yang ternyata tidak memiliki SIM mobil.

Perkara ini pun bergulir ke peradilan. Terdakwa (tukang parkir) pun harus mendekam di dalam penjara saat persidangan berlangsung. Setelah melalui proses pembuktian, maka akhirnya Pengadilan Negeri Batam memberikan Putusan Bebas kepada si tukang parkir. Lalu putusan tersebut diajukan kasasi oleh Jaksa Penuntut Umum, namun permohonan kasasi jaksa ditolak oleh Mahkamah Agung, di mana Ketua Majelis pada tingkat Kasasi kala itu (2015) adalah Hakim Agung Syarifuddin, yang sekarang menjadi Ketua Mahkamah Agung RI. Dengan pertimbangan, “meninggalnya korban, bukan karena tidak menggunakan helm, namun karena ditabrak, dan dilindas/terseret di bawah mobil.

Dari salah satu contoh peristiwa kecelakaan yang pernah didampingi oleh Penulis di atas, kiranya peran serta aparat penegak hukum, dapat memahami suatu peristiwa kecelakaan berdasarkan UU secara komprehensif dan profesional, sehingga dapat pula meminta pertanggungjawaban pidana kepada pihak yang benar harus dimintakan pertanggungjawaban pidana. Jangan sampai lagi terjadi, orang yang sudah menjadi korban kecelakaan, mengalami luka-luka, atau bahkan kehilangan nyawa kerabatnya, malah dijadikan “korban” lagi dari penegakan hukum tersebut.

Peran serta masyarakat secara umum dalam menyikapi, mengurangi maupun mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas, adalah sebagaimana penjelasan di atas, agar sebisa mungkin ketika berkendara, dalam keadaan sehat dan cakap. Beristirahat jika mulai mengantuk saat berkendara, atau jangan mengkonsumsi alkohol atau narkoba ketika mengemudikan kendaraan. Termasuk melakukan perawatan dan pemeriksaan berkala dan teratur terhadap kendaraan yang akan digunakan. Sehingga kendaraan ketika berada di jalanan umum, dalam kondisi layak, dan aman dan juga harus taat rambu-rambu lalulintas.

Peran serta masyarakat secara khusus pula ditujukan bagi orang-orang yang mengetahui terjadinya peristiwa kecelakaan lalu lintas. Masyarakat diharapkan segera membantu korban dan jika bisa mengamankan pihak yang menabrak, lalu menghubungi pihak kepolisian, agar orang tesebut dapat dimintakan pertangunggjawaban secara Pidana dan Perdata. Jangan sampai masyarakat melakukan “main hakim sendiri” (eigenrichcting) atas peristiwa kecelakaan yang terjadi. Masyarakat yang menghakimi sendiri/menganiaya pihak yang terlibat dalam kecelakaan lalu lintas, sesungguhnya juga sudah melakukan perbuatan yang melanggar hukum secara pidana. Dan dapat pula dimintakan pertanggungjawaban.

Akhirnya, kita semua memiliki peran penting atas peristiwa kecelakaan yang bisa saja terjadi bagi siapa saja dan di mana saja. Kita gunakan dan maksimalkan peran kita dengan sebaik-baiknya sebagai pengguna jalan raya, agar dapat menghindari atau meminimalisir terjadinya suatu peristiwa kecelakaan lalu lintas tersebut, dengan tetap selalu berhati-hati/waspada dan tentunya berdoa.

*)Eric Manurung, S.H., (Founder Bonafide Law Office)

BONAFIDE Law Office ini adalah untuk memenuhi kebutuhan setiap individu dan atau Korporasi (Klien) dalam memperoleh Bantuan, Pendampingan, Jasa Hukum yang Excellent dalam hal Klien memperoleh Keadilan.

Contact Detail

Copyright 2025 bonafidelawoffice.com. All Rights Reserved Powered by Resolusiweb.com.